Ada yang tau kenapa makanan yang
disantap di pesawat lebih terasa hambar. Perkiraan saya sih si kokinya tidak
pandai memasak, atau karena kokinya sangat peduli dengan kesehatan penumpangnya
kali yah jadi takaran penyedapnya sangat sedikit. :D
Kemungkinan lainnya, lidah saya
yang bermasalah karena stres takut mabok. Maklum saya sering kalau berkendara
biasanya mabok apalagi mobil kecuali mobil odong-odong. Ntah kenapa lebih
nyaman dengan mobil odong-odong, mungkin karena bau khas mobilnya sudah tidak
ada lagi. Seorang teman yang juga “pemabok” saat berkendara, saya tanya kalau
naik mobil yang odong-odong “mabok” juga?. Dia jawab kalau kepaksa naik mobil lebih
memilih naik mobil odong-odong dibanding naik mobil berkelas atau lebih baik
nyetir aja sendiri. Karena kebiasaan yang lain daripada lain ini, kami berdua
sering disebut tidak bisa jadi orang kaya. :D Kalau boleh ngeles, saya jawab “bukan
tidak bisa jadi orang kaya tetapi kami ini orang kaya yang sederhana nan bersahaja
yang mencari aman sehingga bersikap biasa saja seperti orang yang tidak bisa
jadi orang kaya biar tidak dirampok titik g’ pakai koma”. :D
Hi…hi..hi kok ngelanturnya jauh
ya – bukan, bukan itu penyebabnya. Itu hanya perkiraan saya. Oke, kembali ke pembahasan
yang ilmiahnya “Mengapa makanan dipesawat tidak berasa Gurih?”.
Kalian tau ternyata makanan yang
disantap di pesawat terasa hambar dikarenakan kemampuan indera pengecap kita
menurun sensitivitasnya sekitar kurang lebih 30 persen saat kita berada di
ketinggian lebih dari 15.000 kaki. - Wah banyak juga ya -
Mengapa kemampuan indera pengecap kita berkurang? – Hal ini disebabkan
karena kadar kelembapan yang rendah di ketinggian membuat rongga udara yang
berada di antara hidung dan mulut mengering. Jadi, sensitivitas indera pengecap
kita terhadap rasa asin dan manis menurun.
Perlu diketahui rasa asin dan
manis merupakan perpaduan rasa yang membuat makanan menjadi terasa gurih. Nah sekarang
sudah taukan penyebab makanan yang disajikan dipesawat terasa g’ gurih
Informasi tersebut diperoleh
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh maskapai penerbangan Lufthansa dan Fraunhofer Institute, Jerman.